Jakarta – Keputusan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang memberikan penangguhan penahanan kepada SSS, mahasiswi Institut Teknologi Bandung (ITB), telah disambut apresiasi baik oleh Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni. Langkah tersebut dianggap sebagai contoh penegakan hukum yang humanis dan memperhatikan aspek pendidikannya.
Mahasiswi ITB tersebut sebelumnya ditahan karena dianggap telah membuat unggahan meme yang tidak pantas dan menyinggung dua tokoh negara yaitu Presiden Prabowo Subianto dan Presiden RI ke-7, Joko Widodo. Sahroni mengapresiasi pendekatan yang dilakukan Kapolri, mengatakan, “Sangat baik yang dilakukan Pak Kapolri, karena sebelumnya saya juga telah menyampaikan agar diselesaikan melalui pendekatan restorative justice.”
Sahroni juga menegaskan bahwa, meskipun kritik merupakan hak semua warga negara, termasuk mahasiswa, penting untuk menyampaikannya dengan cara yang tepat. “Bagaimanapun, apa yang dilakukan mahasiswi tersebut sudah keterlaluan. Kritik yang disampaikan justru membuat orang jijik melihatnya. Semoga kejadian seperti ini tidak terulang lagi, kepada siapa pun,” jelasnya. Namun, ia mengingatkan mahasiswa untuk tetap bersikap santun dan bertanggung jawab, “Silakan menyampaikan kritik, tapi gunakan cara yang baik dan sopan,” tutur Sahroni.
Penangguhan penahanan SSS diputuskan oleh Bareskrim Polri dengan mempertimbangkan faktor kemanusiaan dan aspek edukasi. Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko dari Divisi Humas Polri menjelaskan bahwa keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan beberapa aspek penting.
Langkah ini mencerminkan upaya kepolisian dalam mengimplementasikan pendekatan restorative justice dalam hukum yang lebih mementingkan rehabilitasi dan pendidikan daripada hukuman. Selain itu, penangguhan penahanan ini juga menekankan pentingnya penegakan hukum yang humanis, hak untuk kritik yang dilakukan oleh mahasiswa, serta kebebasan berpendapat di lingkungan kampus.
Kasus ini membawa perhatian publik terhadap kebutuhan edukasi etika digital, terutama dalam menyampaikan kritik sosial dan memahami batasannya. Ahli hukum, akademisi ITB, dan institusi pendidikan dituntut untuk merespons kasus hukum semacam ini dengan bijaksana, seraya memperhatikan prosedur hukum penangguhan yang berlaku.